Langsung ke konten utama

Sultan Musa: MENDJAMU LANGIT REKAH

 

 

Data Buku Kumpulan Puisi

 

Judul: Mendjamu Langit Rekah

Penulis: Sultan Musa

Penerbit: Tidar Media, Magelang.

Cetakan: I, 2020

Tebal: 50 halaman (19 puisi)

ISBN: 978-623-7203-46-9

 

Sepilihan puisi Sultan Musa dalam Mendjamu Langit Rekah

 

Damai  yang  Hilang

 

Langit kelabu seakan merindu

Detak jantung berpacu candu

Irama beradu lugu

Hembusan angin berliku

 

Dalam derasnya aliran darah

Terpikir jiwa indah

Sirnakan raga terpaku merana

Sejenak tanpa tara

 

Dalam lamunan tak semanis madu

Relung jiwa berbilang semu

Menghilang betapa kelamnya dahulu

Melapang sesak sembilu

 

Mengenang lama yang tak berkesudahan

Berlarut pada diri perlahan

Tersimpan luka pada cabaran

Nyeri tersaji di atas tataran

 

#2019

 

 

Diserang Masa Lalu

 

Membentang di bawah

Memaknai sesuatu bayangan

Walau kelak akan retak

Menerawang iba menghampiriku

 

Berteduh di masa lalu

Bisa menjadi nestapa

Bisa menjadi bahagia

Menjelma meski dalam diam

 

Maka jangan kau kutuk masa lalu

Meski pengharapan tak berkesudahan

Meski dalam benak pelik

Menyentuh untuk disemogakan

 

Entah di mana dingin ini bernaung

Jurang kekelaman menabur empati

Terulur tangan selarut lirih

Walau langit sepi berparas senja

 

#2019

 

 

Ditandang Kenangan

 

Berlari kencang namun, tidak lesu

Berjalan ulang namun, tidak lelah

Itu sebuah kenangan...

 

Membujuk tidak mungkin, menjadi mungkin

Mereguk jauh, menjadi dekat

Kembali itu, gundah kenangan

 

Melangkah mungkin, menjadi tidak mungkin

Memantaskan dekat, menjadi  jauh

Karena itu, silau kenangan

 

Pada cangkang waktu

Kenangan hadir, bercinta sunyi

Kenangan hilang, bercinta sepi

 

#2020

 

 

Aku Seorang: Rindu

 

Siapa dirimu

Menyingkap kekuatan

 

Siapa dirimu

Menyimpan kemuliaan

 

Pada imaji

Dirimu menari!

 

#2019

 

 

Memoar Keharibaan

 

Ingin ku gapai tinggi gunung

Sembari memeluk erat dengan kecupan

Sebagai penawar sakit terhias di antara hidup

Dan selimut langit siap dibentangkan

 

Kudaki di antara hujan

Memaksa rindu berujar

Namun tak berjiwa

Tapi hanya jumpa gugusan awan

 

Gunung ini menggenggam tangan dingin

Meski mengawang-awang tanpa balasan

Tak memaksa untuk bergejolak

Tak memaksa untuk dipertemukan

 

Dan kini masih hadir di ruang tengkorak

Saling melengkapi

Saling mempercayai

Saling menjaga

Saling mengingatkan

Saling bahu membahu

 

Pada gunung kulihat mentari memantaskan diri

Mengalah pada awan hadirkan jingga

Seakan menggiring cakrawala

Ikuti saja hari berirama

 

Bukankah menakjubkan jika bersama

Menghantar pada  ranjang  raya 

Dengan doa-doa  resah

Menghaturkan segenap harapan

 

#2019

 

 

Kisah Singkat Tak Kerap Lengkap

 

Sebuah kisah

Menepis diri akan anggapan

Masih saja terlena oleh angkuh

Dalam rasa yang tak tersampaikan

 

Sebuah kisah

Menengadah akan asa yang kian memudar

Padahal dunia ini penuh fana

Menipu dalam sekejap

 

Sebuah kisah

Mengiyam rasa tanpa peduli

Walau kadang menyesali takdir seraya memaki

Akan harapan yang terbuang

 

Sebuah kisah

Pahitnya sebuah keheningan

Seperti fajar yang tak pernah lama

Padahal sama saja tak berdaya

 

Sebuah kisah

Jikalau mentari bisa mendengar

Pasti kan berceloteh

Seperti senja tak pernah lama

 

#2019

 

 

Menjadi Layak Oleh-Nya

 

Melalui jalan kurapal doa

Meski gelap gulita

Lantas kaki tetap mendorongku

Menuju segera bingkas meledak

 

Jalan ini seperti sauh yang telah di angkat

Menyuguhkan   ringkuk  kelaparan

Sembari jaring berkawan

Meski jenuh merasuki

 

Tetaplah teguh pada jalan ini

Menerobos penghalang cahaya

Menerpaku...

Menghampiriku...

Pada ayunan langkah perlahan

Kubawa turut serta

Merindumu...

Menantimu...

 

Pada jalan ini terlelap

Paras elok bisikkan aksara

Secercah purnama menari

Dalam alunan sunyi

 

Aksara tersusun rapi

Walau perlahan mengusik

Jalan ini memeluk pikiran

Dengan degup hening mencumbui

 

#2020

 

 

Pergolakan Keruh Kodrati

 

Sesampainya dia pandang

Tertulis petuah purnama kala

Berbisik sepatah nasehat

Coretan di ujung pena

 

Sebingkai alpa pada desiran sanubari

Dari reranting lirih mengingatkan

Menepi sejenak memeluk jarak

Dari kemarau ranum sunyi terjauh

 

Menghitung setiap kesempatan

Dengan sampiran jendela kenangan

Terlekas waktu mengingatkan

Semuanya berakhir disini

 

Seluruh perkataan setiap ujung

Melampaui sebagai dusta

Serta rapuh kian menganga

Yang letih pada kekar celah

 

Mengaji pada segala yang diam

Mengabadikan kerap damai

Menjemput tenteram dari suratan takdir

Seluruh kata lebih berarti

 

#2019

 

 

Gemintang Lembaran

 

Kertas terbuka

Lembaran berabad silam

Sebuah kata mengabadikan

Damai begitu ampuh

 

Setengah lembar robek

Terjaga gagah lipatan kitab

Ujungnya temaram sebuah makna

Sulur menyulur mengusir nasib

 

Sebagian ternyata lembar kosong

Berkutat tentang kodrat

Tapi akhir lembar

Ada indahnya berterima kasih

 

Halaman berharap diindera sepasang netra

Hanya sekedar untuk diingat

Tak begitu ambigu

Bahkan belum saja dimulai

 

Pungutlah sisa bait tertapa

Dari ampas kisah yang tak kerap usai

Bergelayut dalam pengap ruang

Untuk disadur: tidak lebih

 

#2020

 

 

Romansa Bisikan

 

Kelukur menjauh ikat janji

Bernaung dimana pun seperti merpati

Sikap  dalam  batas  tak  peduli

Terkoyak melepaskan sendi-sendi

 

Rasa sedih membuncah

Rasa dosa melelah

Angan kosong wujudkan keberanian

Raksa jiwa hadirkan keyakinan

 

Perihal suasana yang tenang

Panduan liku yang lapang

Lebih dalam...

Lebih nyala....

 

#2020

 

 

Tentang Sultan Musa

Sultan Musa berasal dari Samarinda Kalimantan Timur. sebagian karya tulisnya di himpun dalam beberapa antologi puisi maupun cerpen bertaraf Nasional maupun Internasional, seperti “Balikpapan Kota Tercinta Kumpulan Cerita Pendek” Jaringan Seniman Independen Indonesia 2008, “Hantu Sungai Wain” Kumpulan Puisi dan Cerpen Jaringan Seniman Independen Indonesia 2009, “Kalimantan Timur dalam Sastra Indonesia“ Panitia Dialog Borneo-Kalimantan XI bekerjasama dengan Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Timur Juli 2011, “Ketika Senja Mulai Redup Kumpulan Puisi” Kaifa Publisihing Bandung 2016, Antologi Puisi Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2017 “The First Drop The Rain” Wahana Resolusi Jogyakarta, 2017. Pada Juli 2018 puisinya lolos kurasi Antologi Puisi Penyair Dunia “Wangian Kembang: Antologi Puisi Sempena Konvesyen Penyair Dunia – KONPEN 2018” yang digagas Persatuan Penyair Malaysia dan diikuti sebanyak 11 Negara. Antologi Puisi “Dari Balik Batu-Batu Candi” Kelompok Pemerhati Budaya & Museum Indonesia (KPBMI) Jakarta 2019. Antologi Puisi “Jazirah 2 Segara Sakti Rantau Bertuah” Festival Sastra Internasional Gunung Bintan 2019. Antologi Puisi “Saat Berjumpa Di Kertas” Garis Khatulistiwa, Makassar 2019. Antologi Puisi "5:00" Ellunar Publisher, Bandung 2020. Antologi Puisi “Pringsewu,Kita Rumpun Di Tepi Way Tebu” Lampung, 2020. Antologi Puisi “Potret Kehidupan” 2020. Antologi Puisi Spiritualitas “Semesta Jiwa” Rumah Semesta Bali 2020. Antologi Puisi “Negeri Serumpun” Khas Sempena Pertemuan Dunia Melayu 2020 GAPENA & MBMKB. Antologi Puisi “Perempuan–perempuan Kencana – Serpihan Puisi Tentang Perempuan Istimewa “ Lingkar Studi Sastra Setrawulan 2020. Antologi Hari Puisi Dunia 2020 “Berbisik Pada Dunia” Yayasan Hari Puisi, Jakarta 2020. Serta tercatat pula di buku “Apa & Siapa Penyair Indonesia – Yayasan Hari Puisi Indonesia” Jakarta 2017. Merupakan 10 Penulis Terbaik versi Negeri Kertas Awards Indonesia 2020 & Penyair Pilihan dalam even Antologi Puisi Bersama 2020 “Perempuan Istimewa” – Lingkar Studi Sastra Setrawulan (LISSTRA) 2020. Karya-karyanya dimuat di berbagai media massa serta laman daring online. Buku karya tunggalnya telah terbit di antaranya “Candramawa” 2017, “Petrikor” 2019 dan karya terbaru saat ini berjudul “Sedjiwa Membuncah” 2020. Untuk berkomunikasi dapat melalui email : seesultan@yahoo.com.

Puisi Blogspot Terpopuler Mingguan

Mustofa W. Hasyim: POHON TAK LAGI BERTUTUR

Data buku kumpulan puisi Judul : Pohon Tak Lagi Bertutur Penulis : Mustofa W. Hasyim Cetakan : I, 2013 Penerbit : Madah, Yogyakarta. Tebal : xiv + 70 halaman (53 puisi ) ISBN : 978-979-19797-7-1 Gambar sampul : Toni Malakian Desain sampul : Omah Djanur Tata letak : Gapura Omah Desain Penyelia aksara : Murnita D. Sukandar Sepilihan puisi Mustofa W. Hasyim dalam Pohon Tak Lagi Bertutur DI KERAMAIAN GEREBEG SEKATEN Langit teduh, ujung-ujung tombak prajurit bergerak naik turun seperti gelombang kepedihan tambur bertutur tentang leluhur terkubur di bukit Imogiri terompet menyobek waktu, kegaduhan segera dimulai Para pemikul doa menyongsong pemikul gunungan seharusnya upacara diutuhkan, tapi selalu saja para penagih berkah yang semalam tidur di halaman masjid gelisah dan cemas tidak kebagian jatah nasib “Kalau tidak merebut akan hampa tanganku.” Mereka bergerak menciptakan pusaran keheningan mentah kembali, “Inilah alam raya silakan ruhmu sembunyi.” Banyak yang meloncat bagai monyet menyer...

Riki Dhamparan Putra: MENCARI KUBUR BARIDIN

Data buku kumpulan puisi Judul : Mencari Kubur Baridin Penulis : Riki Dhamparan Putra Cetakan : I, September 2014 Penerbit : Akar Indonesia, Yogyakarta. Tebal : x + 137 halaman (55 puisi ) ISBN : 978-602-71421-0-7 Penyunting : Raudal Tanjung Banua Desain isi : Frame-art Desain cover : Nur Wahida Idris Gambar cover : M Yusuf Siregar. Ironi II, 2007, 117 x 97 cm Sepilihan puisi Riki Dhamparan Putra dalam Mencari Kubur Baridin Cerita Sungai Di dalam hidup yang singkat Selalu ada sebatang sungai panjang Dihuni oleh seekor naga raksasa Penyu keramat Dan katak pelangi yang abadi Airnya tak tercemar Delta-delta tidak rusak Padahal abad-abad yang melaluinya telah pada binasa Begitulah hingga nanti ketika kiamat datang Sungai ini mengambil tempat di dalam harapan manusia kepada surga yang dijanjikan untuk para budak dan orang-orang saleh April 2008 Cerita-cerita dari Padang Gembala belimbing, bocah gembala itu susah payah ia memanjat pohon belimbing dari batang menggapai dahan menjangkau buah ...

Maulidan Rahman Siregar: TUHAN TIDAK TIDUR ATAS DOA HAMBA-NYA YANG BEGADANG

    Data Buku Kumpulan Puisi   Judul: Tuhan Tidak Tidur atas Doa Hamba-Nya yang Begadang Penulis: Maulidan Rahman Siregar Penerbit: Erka (CV. Rumahkayu Pustaka Utama), Padang Cetakan: I, Februari 2018 Tebal: x + 90 hlm (66 puisi) ISBN: 978-602-6506-85-6 Desain Sampul: Tomi Halnandes F Layout: Alizar Tanjung   Sepilihan Puisi Maulidan Rahman Siregar dalam Tuhan Tidak Tidur atas Doa Hamba-Nya yang Begadang   JALAN SEBUAH PUISI   Dari sebuah mesin pencari dan musik-musik sedih yang berputar berulang, kata-kata melompat mencari tempat di mana si penyair sembunyi, mencari penyair yang kira-kira pantas dititahkan, mencari waktu keluar; atas kelahiran sebuah puisi yang sepertinya tergesa ini. Apa artinya kata-kata bila bungkam begini. Ke mana larinya makna, dan beberapa pertanyaan lainnya, timbul bersama jawabannya masing-masing.   Penyair murung bertanya, puisi yang menjawab.   23 Februari 2016     WAJAHMU ...