Data Kumpulan Buku Puisi
Judul : Eufoni Kata
Penulis : Anugrah Gio Pratama
Penerbit : CV. Zukzez Express, Loktabat Utara, Banjarbaru
Cetakan : I, November 2018
ISBN : 978-602-5999-16-1
Tebal : 81 halaman (32 puisi)
Editor dan tata letak : Anugrah Gio Pratama
Desain sampul : Dzoel
Beberapa pilihan puisi Anugrah Gio Pratama dalam Eufoni Kata
LANGIT
Ia yang berdiri tepat
di atas segala lubang
dan ladang penuh harapan
Ia yang tak pernah bosan dilumat detik
setia menggulung kehidupan manis juga pahit
Di sela riuh senda, ia pun memandang kesepian
seraya mengucur darinya airmata
Ia belum sama sekali mencari kehilangan
yang lenyap
dari pandangnya
EUFONI
Penat bagai kicau burung kejang
di ranting-ranting pilu
tapi mengelak adalah keberuntungan
yang justru menyulitkan kehidupan ini,
sebab kehidupan seperti bagian eufoni puisi
tak tertahan penghabisannya
dalam langkah yang datang dan pergi
TENTANG KEUTUHANMU
Kata-katamu sudah berendam
dan mendesak di lubukku
Menyambut setiap kerinduan
Menampik segala ketenangan
Setiap waktu yang mendesah adalah rahasiamu
yang tersembunyi pada tiap-tiap kesemuan
Aku ingin kau yang utuh
Dan menjadi lebih bagai purnama
Dan aku tak mau kedustaan menerkam kita
yang telah payah ini
SEBELUM TENANG HILANG
Di jantung subuh
Di antara napas segar
Kutemui akar cinta semesta
Ketika embun mengecup daun
Juga terang yang malu pada gelap
Belum ada kekejaman
Pekik garang para penghuni belum jelas
Kepasrahan atas batang rapuh harap belas
Tikaman timbul bekas luka sekujur
Usap bila mampu!
Sekali-kali tidak akan mampu
Karena bukan usapan waktu
Sedang pengakuan adalah tentu
BERITA
Berulang berita terdengar
Tapi belum merasuk dalamnya jiwa
Kedip sadar belum terbuka jua
Sementara pijar bahagia terus bicara
Di antara kuku besi waktu
Hanya melempar tanya diriku
Binar menggumpal dituju
O, kembalilah
Agar diri ini tidak mengutuk dirinya sendiri
lebih jauh
IBU
Jika candrasa boleh menikam
Pastilah ibu akan tikam diri untuk ananda
Agar tahu bahwa cinta lebih dari batas ujung kota
Jika luka ananda menguak perih
Ananda yakin lukamu justru telah membusuk
hampir jadi bangkai
Hampir seribu perih dari ananda punya luka
Ananda berduka dan ibu punya beribu duka ananda
Ibu adalah air mengalir jadi muara
Ananda mandi di muara kasihmu ibu!
Bercengkrama memadu kasih
memercikkan air kasih sayang
Dan bertahan, dan bertahan
Tidak pulang sebelum malam
meletakkan diri di matamu
Tidak pulang sebelum dadamu jadi beku bagai tugu
Dan jika ananda pulang
Ibu sudah jadi bidadari
sambil hanyut dalam airmata ananda
Lalu ibu berpesan pada sisa tanggal yang rapuh
“Pulanglah. ibu akan jadi gurat di hatimu”
Dan ananda tak mungkin menampiknya
Dan ananda tak mungkin menampiknya
TENTANG PANDANGAN
Aku memandang
Terlihat pada matamu pagi memancar
Tapi hatiku malam bersandar
Tiada pelampiasan sebelum serbuk mimpi bersatu
Meski matamu belum segan padaku
Matamu itu menyakitkan!
Aku yang terlena aku yang dikecam diriku
Belum sampai aku
Belum juga dirimu
Apabila dirimu pun terlena
Maka kita sama mengecam diri kita
Hentikan!
PUJANGGA
Haruskah pujangga rasakan kelam
Termangu di kolam
Memegang kalam
Kemudian tenggelam dalam samudera penghayatan
Hanyut menyusur dalamnya kekakuan hidup
Beserta kesakitan yang terbendung
oleh keadilan yang terkurung
O, pujangga
O, kata juga kalimatnya
O, kesakitan yang merusak kemakmuran
O, keadilan yang dikurung kepentingan
O, pujangga
Menarilah dari kata ke kata
kalimat menuju kalimat
kemudian sakit yang sampai
kemudian mimpi keadilan yang sampai
kemudian telinga yang mendengar kesakitan kita
O, pujanggaku
O, pujanggamu
O, pujangga mereka
O, pujangga kita
O, pujangga
Bawa nyala gelora yang menjunjung keadilan
Bawa harapan
Bawa ke dalam sastramu
Biar kesakitan hancur
Biar keadilan menyalur
Biar kebahagiaan menyebar di sekitar penjuru
pojok ke pojok
pagi ke pagi
malam ke malam
Duhai pujangga
Segala sastramu seperti surat cinta kita
Dan kita berharap peluhmu selaras suara kita
Atas keadilan yang tersebar
yang terdengar
Betapa besar beban pujangga
harus terlena pada kesakitan rakyat yang lemah
harus terlena pada perjuangan keadilan
harus terlena pada segala kepedulian
Betapa besar beban pujangga
DALAM TERANG
Dalam terang
pangkal aroma
kebisingan seperti
pekik taswir yang
penuh gelora
Tentang Anugrah Gio Pratama
Anugrah Gio Pratama atau biasa disapa Nugi atau Gio lahir di Lamongan, 22 Juni 1999. Sekarang sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Mengambil program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di perguruan tinggi tersebut. Karya-karyanya yang telah terbit antara lain: Ini Puisi Apaan Sih? (2018).
Catatan Lain
Masih kuliah dan mencetak dua buku puisi. Muhammad Daffa juga begitu, mungkin ada yang lain juga. Apa sih yang bisa kita harapkan? Agar ia menulis puisi yang lebih bagus lagi, atau menerbitkan buku kumpulan puisi lagi, di kemudian hari? Jika ia berhenti atau terus berjalan, apa masalahnya bagi kita? Apakah kita pembaca yang ingin terkejut dengan puisi? Apakah itu pertanda bahwa kita senantiasa memiliki harapan untuk mencintai sepotong puisi dari seseorang? Apakah puisi merasa bahwa ia kita cintai? Apakah puisi dapat memeluk kita yang murung ini?
